kilasmetro.com | SURAKARTA – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menjadi pembicara pada seminar nasional dengan tema “Peningkatan Kesiapsiagaan Banjir Bengawan Solo : Kebijakan, Infrastruktur dan Partisipasi” yang diselenggarakan Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI) cabang Solo di Ballroom UNS Tower dan Hotel, Solo, Rabu (6/11) siang.
Dalam seminar tersebut juga ada enam pembicara lain diantaranya, Saparis Soedarjanto selaku direktur perencanaan dan pengawasan pengelolaan di DAS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS BS) Maryadi Utama, Marasi Doen Joubert sebagai kepala Balai Teknik Sungai, Raymond Valiant selaku praktisi dan akademisi sumber daya air dan Dekan fakultas teknik Universitas Negeei Sebelas Maret (UNS) Surakarta Sholihin As’ad.
Emil sapaan akrabnya itu mengatakan, mitigasi dan inventarisasi titik-titik kerawanan bencana menjadi strategi yang dilakukan Pemprov Jatim dalam pengelolaan bencana yang diakibatkan oleh bencana hidrometeorologi, seperti banjir.
“Mitigasi bencana dan rencana kontinjensi menjadi strategi kami dalam pengelolaan banjir yang terjadi di wilayah Jatim . Ini menjadi penting, sehingga kita punya sebuah inventarisasi titik-titik rawan bencana,” katanya.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan, Pemprov Jatim juga menaruh indeks risiko bencana sebagai indeks kinerja utama gubernur dan wakil gubernur, sehingga perlunya kolaborasi seluruh pihak dalam proses penanganan bencana mulai dari tahapan perencanaan, penanganan atau penanggulangan maupun pasca penanggulangannya.
“Mengurangi risiko bencana adalah tugas semua perangkat daerah, karena ini melibatkan multi sektor dan harus musti sektor, jadi bukan cuma urusan BPBD atau PU Sumber Daya Air, tapi juga ada peran dari pertanian, ada peran dari pemberdayaan masyarakat, dari pendidikan dan dari kesehatan. Semua punya peran untuk mengurangi kerawanan kita terhadap bencana,” tuturnya.
“Langkah-langkah yang kita lakukan tadi termasuk membuat rencana tertinggi masuk ke dalam tolak ukur mengukur indeks bencana, semakin kita rancang dengan matang, semakin kita siagakan alat-alat untuk merespon terjadinya bencana, maka akan semakin tinggi indeks resiko bencana itu semakin baik,” imbuhnya.
Selain itu, Mantan Bupati Trenggalek ini mengatakan bahwa yang tidak kalah penting lagi adalah aksi lapangan sebagai perwujudan dari kesiapsiagaan bencana sebelum bencana itu terjadi, sehingga segalanya sudah bisa dipersiapkan dengan baik dan matang.
“Pada saat musim kering dipikirkan resiko banjir, pada saat lagi hujan pikirkan resiko kekeringan, itu cara kerja kita yang dilakukan di Jawa Timur. Intinya sekali lagi menangani banjir itu kombinasi antara sistem solution,” urainya.
Diakhir, Ia berpesan kepada seluruh masyarakat agar dalam penanggulangan suatu bencana adalah tanggung jawab bersama-sama, sehingga diperlukan juga kedisiplinan dan tanggung jawab bersama pula dalam pencegahan bencana itu terjadi.
“Mencegah terjadinya bencana adalah hal yang paling efektif dalam meminimalisir resiko bencana itu sendiri, oleh karenanya saya berharap masyarakat menjadi garda terdepan dalam upaya pencegahan bencana dengan berperilaku dengan baik juga dalam konteks, tidak membuang sampah di sungai, menebang pohon secara sembarangan dan lain sebagainya,” tandasnya.(ara)